APLIKASI MULTIMEDIA DALAM PENDIDIKAN





    Program multimedia yang dirancang khusus untuk keperluan pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius agar program tersebut dapat memenuhi keperluan pendidikan. Hal ini karena banyaknya pengembang yang ikut serta menganekaragamkan pengembangan program multimedia.

    Perkembangan ini sepintas sangat menggembirakan, namun di lain pihak dapat membuat keliru para peserta didik khususnya peserta didik pada usia anak-anak. Sementara Wright & Shade mengatakan bahwa keberkesanan proses belajar dengan menggunakan multimedia tergantung kepada kualitas program . Karena itu program multimedia untuk keperluan pendidikan memerlukan disain yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum.

    Menurut kajian Morgan & Shade (1994) dari sekian banyak program yang ada di pasaran hanya 20%-25% yang dikategorikan memenuhi syarat serta layak digunakan untuk keperluan pendidikan, sementara 75%-80% program dapat mengelirukan dan masih susah untuk digunakan bahkan lebih cenderung hanya menampilkan permainan dan hiburan.

    Bahkan Wright menambahkan syarat apabila program multimedia tersebut akan digunakan oleh usia kanak-kanak, maka pengembangannya hendaklah memasukkan unsur cerita, membuat lukisan, mendesain sesuatu, menulis cerita yang berisi gambar untuk menunjang pengembangan pola fikir anak-anak yang kreatif daninovatif.

  Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Williams dan Roderick tentang penggunaan berbagai media dalam memulai proses belajar, menunjukkan bahwa peserta didik dalam kelompok eksperimen yang menggunakan media proses belajar yang terpadu memperoleh hasil yang signifikan lebih baik pada tahap 0.5 daripada peserta didik kelompok kontrol yang menggunakan media tradisional dalam proses belajarnya. Beberapa hasil penelitian lain tentang multimedia untuk pembelajaran menunjukkan hasil yang signifikan diantaranya [Munir (1997, 2001, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010), Rusman, (2007), Aref, Asmaiwaty (2007), Indrihardini, Tri (2009)]


A. Perkembangan Multimedia Dalam Pendidikan

    Pada dekade 1960 komputer telah menghasilkan teks, suara, dan grafik walaupun masih sangat sederhana sehingga bisa digunakan dalam media pendidikan. Donald Bitzer sebagai Bapak PLATO mengembangkan pembelajaran berbasis komputer pada tahun 1966 di University of Illinois at Urbana-Champaign. Uji coba pembelajaran berbasis komputer pertama dilakukan pada tahun 1976 di sekolah Waterford Elementary School.3 Sejak saat itu, pembelajaran berbasis komputer mulai dipublikasikan dan digunakan di sekolah-sekolah umum sebagai media pembelajaran berbasis komputer.



   Lahirnya multimedia yang digunakan dalam pendidikan adalah salah bagian perkembangan dari pembelajaran berbasis komputer tersebut. Dalam jangka waktu yang relatif singkat, munculnya multimedia dan teknologi komunikasi yang terkait telah menerobos hampir ke setiap aspek dalam kehidupan masyarakat. Banyak lembaga pendidikan menginvestasikan waktu, usaha dan uang mereka ke dalam penggunaan teknologi.

    Secara sosial, literasi komputer merupakan keterampilan penting agar dapat berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Penggunaan teknologi multimedia di lembaga pendidikan dipandang perlu agar pendidikan tetap relevan dengan abad ke-21. Untuk bisa efektif menggunakan komputer dalam pendidikan, seorang pendidik maupun peserta didik perlu memiliki literasi komputer.

   Landasan ekonomis penggunaan multimedia menurut Bennet, Priest, & Macpherson adalah penggunaan multimedia baru dalam skala besar dan teknologi komunikasi yang terkait untuk pengajaran dan pembelajaran dapat menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan pengajaran dengan cara tradisional dan jarak jauh.

   Integrasi multimedia ke dalam kurikulum akan menyebabkan terjadinya transformasi pedagogis dari pendekatan pembelajaran tradisional yang berpusat pada pendidik menuju pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.




    Dari perspektif peserta didik, peranan pendidik beralih dari yang semula berperan sebagai instruktur tradisional (pendekatan instructivist) dan pemasok pengetahuan menjadi peran yang lebih erat terkait dengan dukungan dan fasilitas dari konstruksi pengetahuan secara aktif oleh peserta didik. Pendekatan yang berpusat pada peserta didik menyiratkan pemberdayaan bagi peserta didik individu dan kecakapan pengarahan diri bagi peserta didik, sehingga lebih bermakna, pengalaman belajar otentik yang mengarah pada pembelajaran seumur hidup. Implikasi ini terdapat pada inti penjelasan mengenai pedagogis berbasis konstruktivis untuk integrasi multimedia dalam konteks pendidikan (Selwyn & Gorard, 2003; Gonzales dkk, 2002).

    Walaupun mungkin diakui pendidik bahwa multimedia memiliki potensi untuk menawarkan kesempatan belajar yang baru dan disempurnakan, banyak pendidik yang gagal menyadari potensi ini. Sejumlah pendidik yang menggunakan program multimedia di lingkungan pembelajaran mereka, sebagian besar hanya menggunakannya sebatas untuk alat akses data, komunikasi, dan administrasi.
    Munir mengatakan bahwa multimedia dalam pendidikan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi suplemen yang sifatnya pilihan, fungsi pelengkap dan fungsi pengganti. Sejauh ini multimedia masih dianggap sebagai fungsi pilihan dan pelengkap dibanding dengan fungsi pengganti. Selama ini multimedia masih dianggap sebagai salah satu dari fungsi tersebut, belum dianggap sebagai satu kesatuan yang membuat satu kurikulum yang terintegrasi.

B. Karakteristik Multimedia Untuk Keperluan Penddikan

Penggunaan multimedia dalam pendidikan mempunyai beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh media lain. Diantara keistimewaan itu adalah:
  • Multimedia dalam pendidikan berbasis komputer;
  • Multimedia mengintegrasikan berbagai media (teks, gambar, suara, video dan animasi) dalam satu program secara secara digital;
  • Multimedia menyediakan proses interaktif dan memberikan kemudahan umpan balik;
  • Multimedia memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan materi pelajaran;
  • Multimedia memberikan kemudahan mengontrol yang sistematis dalam pembelajaran.

Multimedia Dalam Pendidikan Berbasis Komputer

Criswell mendefinisikan CAL sebagai penggunaan komputer dalam menyampaikan bahan pengajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif serta memberikan umpan balik. Mengajar bermakna menyampaikan pengajaran dengan menggunakan program komputerDiantara keistimewaan tersebut adalah:
  • Hubungan interaktif: Komputer menyebabkan terwujudnya hubungan diantara stimulus dengan respon. 
  • Pengulangan: Komputer memberi fasilitas bagi pengguna untuk mengulang apabila diperlukan. 
  • Umpan balik dan penguatan: Media komputer membantu peserta didik memperoleh umpan balik (feed back) terhadap pelajaran secara leluasa dan bisa memacu motivasi peserta didik dengan penguatan positif yang diberi apabila peserta didik memberikan jawaban.
    Namun secara keseluruhannya lebih banyak kajian yang menyatakan bahwa CAL memberi kesan yang positif dibandingkan dengan proses belajar yang menggunakan metoda tradisionalKulik, Bergert dan William telah mengkaji tingkat signifikansi penggunaan Proses Belajar Berbantukan Komputer terhadap 48 orang peserta didik



    Walau demikian, mereka masih menganggap CAL adalah lebih baik diikuti daripada tidak sama sekali. Magidson menyatakan bahwa sikap peserta didik yang menggunakan CAL bagi pelajaran Bahasa Inggeris lebih positif dibandingkan dengan peserta didik Biologi.

    Suppes dan Morningstar mengkaji CAL dalam bidang Bahasa Rusia mendapatinya lebih berkesan karena lebih mudah diingat daripada bidang Biologi. Roblyer menyatakan bahwa dalam bidang Matematika, bahasa dan keterampilan kognitif, hasilnya adalah sama antara CAL dengan metoda tradisional. Begitu juga kajian yang dijalankan oleh Munir dan Halimah Badioze Zaman mengatakan bahwa multimedia memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan anak-anak belajar membaca.


Multimedia Mengintegrasikan Berbagai Media

    Pemanfaatan multimedia telah memberikan dampak yang positif dalam proses pembelajaran, namun dampak tersebut dalam kenyataannya masih perlu lebih didesiminisikan kepada para pendidik, sebab pada kenyataannya para pendidik sulit memenuhi tantangan perubahan yang dituntut oleh teknologi multimedia dan terbatas juga dalam mengeksploitasi perubahan tersebut.



    Torrisi & Davis melakukan studi dalam mengembangkan materi multimedia online. Pendidik dalam studi ini diminta untuk mengidentifikasi apa yang mereka anggap sebagai kompetensi utama yang harus peserta didik kembangkan sebagai hasil studi subjek. Kurangnya keselarasan antara kompetensi utama dan penggunaan materi online merupakan indikasi dari penggunaan teknologi multimedia yang tidak benarbenar terintegrasi dengan tujuan Kurikulum, isi, sasaran dan konteks, melainkan hanya sebatas tambahan atau add-on saja.

  Alasan penggunaan teknologi multimedia sebagai pelengkap itu terungkap dalam wawancara dengan pendidik tersier, yang menyarankan penggunaan teknologi multimedia online sebagai latihan dalam menerjemahkan materi ke dalam media lain, yang kebanyakan menggunakannya untuk akses dan sebagai alternatif dari penyampaian secara tatap muka atau penyampaian materi yang dicetak. Persepsi ini mengarah pada strategi kontra produktif yang meniru metode tradisional namun dengan media baru. Sebaliknya, apa yang dibutuhkan adalah konseptualisasi penggunaan teknologi multimedia dalam konteks pendidikan sebagai suatu proses transformasi yang mengakui dan berusaha untuk melakukan perubahan dalam prakteknya.

   Diusulkan bahwa membentuk pendidikan dengan menggunakan teknologi multimedia dalam hal penggunaan tingkat progresif dan integrasinya adalah berharga sehingga memaksa konseptualisasi integrasi teknologi yang efektif sebagai proses "perubahan" yang secara inheren menyebabkan praktik transformasi, bukan sebagai akuisisi keterampilan sederhana yang dibutuhkan untuk menterjemahkan materi ke dalam media baru.

Multimedia Menyediakan Proses Interaktif Dan Memberikan Kemudahan Umpan Balik

    Menurut Jacobs hubungan dua jalur akan menciptakan situasi dialog antara dua atau lebih peserta didik. Hubungan dialog ini akan dapat dibina dengan memanfaatkan komputer karena memiliki kapasitas multimedia yang akan mampu menjadikan proses belajar menjadi interaktif.

  
 
Keberkesanannya disebabkan pendidik akan menjawab persoalan- persoalan peserta didik dengan cepat di samping mengawasi perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor para peserta didik. Stratfold telah maju selangkah dalam mengukur unsur interaktivitas program multimedia itu dengan menyarankan untuk pertama sekali bahwa pencipta multimedia mesti menentukan umpan balik jenis manakah yang mesti diberikan kepada peserta didik, sebab umpan balik itulah yang akan membentuk hubungan dua jalur di antara pendidik dan peserta didik seperti yang disebutkan di atas. Selain itu, proses belajar termasuk proses belajar bahasa juga memikirkan berbagai panca indra dan keterampilan.

    Implikasi umpan balik yang bisa diterapkan dalam proses belajar membaca dengan menggunakan multimedia melalui konsep permodelan, latihan, dukungan, artikulasi dan refleksi. Pelajaran membaca dapat diwujudkan dengan memodifikasi unsurunsur yang ada dalam multimedia. Sementara itu latihan pula memerlukan software untuk anak-anak terus menerus melakukan interaktif ke atas persoalan-persoalan yang diberikan sehingga anak-anak menemui jawaban yang benar dan tepat.




    Proses komunikasi, bagaimanapun, berlangsung hanya jika si penerima memiliki decoder atau encoder yang sesuai. Model ini juga dapat dengan mudah dimodifikasi untuk oleh komunikasi antara manusia dengan komputer dengan mengganti «si B» dalam model dengan komputer. Aplikasi mereka mungkin tidak terbatas, karena teknologi berada di bawah konstannya evolusi.

  • Sumber Informasi: Proses yang bertanggung jawab dalam penyeleksian atau pembentukan pesan yang diinginkan.
  • Pesan: Bahan yang oleh sumber informasi ingin disampaikan.
  • Sinyal: Bentuk (pesan) yang dikirim ke si penerima.
  • Saluran Transmisi: Media dimana pesan dikirm.
    Dalam kasus komunikasi antara manusia-komputer, interaksi dengan komputer dan dialog komunikatif terjadi melalui beberapa mode dan saluran yang terbatas. Mode tersebut adalah visual dan audio. Dalam setiap mode, terdapat berbagai saluran. Efektivitas komunikasi ini tergantung pada seberapa baik mode dan komponen media dipilih dan dikombinasikan.


Multimedia Memberikan Kebebasan Kepada Peserta Didik Dalam Menentukan Materi Pelajaran

    Peserta didik diharapkan mampu untuk menentukan topik proses belajar yang sesuai dan disukainya. Kebebasan menentukan topik adalah salah satu karakteristik proses belajar dengan menggunakan komputer. Menampilkan kembali bahan-bahan pelajaran dan data yang tersimpan secara cepat dan mudah yang disediakan dalam program proses belajar.

    Sistem hiperteks dan basisdata dapat menelusuri masalah melalui kode-kode yang telah disediakan yang kemudian dapa menghubungkannya dengan berbagai informasi yang berupa teks, grafik, video, atau suara. Para pendidik telah mendukung "browsing‟ sebagai satu cara proses belajar. . Pengguna yang mengikuti link-link mereka dan menyelidiki bagian- bagian yang menarik bagi mereka akan menjiwai apa yang mereka pelajari.

    Persoalan-persoalan itu yang berhubungan dengan pencarian peserta didik pada hiperteks. Dengan mengambil arah yang demikian mungkin menyebabkan mereka berada di satu tempat yang tidak mereka harapkan, atau teks mungkin terstruktur dalam satu cara yang tidak mereka duga dari semula. Peserta didik yang tidak jelas tujuan bisa mencari sesuatu di lingkungan sebagai petunjuk apa yang akan dilakukan berikutnya.

Multimedia Memberikan Kemudahan Mengontrol Yang Sistematis Dalam Pembelajaran

    Proses belajar berbantukan komputer bisa dilaksanakan secara berkelompok atau sendirian. Walaupun berkelompok, namun pada dasarnya bahwa proses belajar adalah tugas perseorangan/individual. 
Gambar. Kerja Kelompok
Lebih jauh Laurillard menjelaskan bahwa tidak ada alasan untuk desainer program, apakah pendidik, peneliti, atau pemprogram, mengetahui lebih baik daripada peserta didik bagaimana mereka seharusnya belajar.




    Walaupun berkelompok, namun pada dasarnya bahwa proses belajar adalah tugas perseorangan atau individual. Multimedia menyediakan peluang yang sangat besar terhadap kontrol peserta didik dibandingkan media-media lainnya. Peserta didik tidak hanya mempunyai kontrol terhadap kedalaman dan pemilihan bahan tetapi juga interaktif yang memungkinkan peserta didik menjalin komunikasi dengan program. Sedangkan Laurillard mempertimbangkan tiga aspek kontrol, yaitu :

  • Strategi proses belajar; bisakah peserta didik mengambil keputusan tentang urutan isi dan aktivitas pembelajaran?
  • Manipulasi isi proses belajar; cara peserta didik mengalami yang dipelajari.
  • Gambaran isi; bisakah peserta didik mengembangkan pandangan mereka pada subjek-subjek tertentu?
    Hiperteks memungkinkan pengguna melakukan kontrol dalam jumlah yang besar, tetapi tidak ada interaksi. Peserta didik tertinggal dalam pencarian bahan-bahan yang mereka senangi. Plowman menyarankan bahwa kebebasan peserta didik dalam menentukan proses belajar mereka dapat membangkitkan motivasi.

Comments

Popular posts from this blog

Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)

Pemanfaatan Multimedia Dalam Bidang Pendidikan Teknik Elektro